RDP Sengketa Tanah Diwarnai Saling Sebut Mafia Tanah

RDP Sengketa Rapat Dengar Pendapat terkait sengketa tanah yang digelar di Gedung DPR RI pada Senin siang berlangsung panas. Dalam rapat yang melibatkan perwakilan warga, aparat pemerintah, dan anggota legislatif itu, suasana memanas ketika beberapa pihak mulai saling tuding dan menyebut adanya keterlibatan “mafia tanah” dalam kasus tersebut.

RDP Digelar untuk Mediasi Konflik Agraria

Rapat tersebut dipimpin oleh Komisi II DPR RI yang membidangi urusan agraria dan pertanahan. Agenda utamanya adalah mencari solusi atas konflik lahan seluas 25 hektare yang terjadi di wilayah Jakarta Timur. Sengketa melibatkan warga setempat dengan sebuah perusahaan pengembang properti.

Wakil Ketua Komisi II, Ahmad Rofiq, menjelaskan bahwa rapat ini bertujuan untuk menjembatani kedua belah pihak. “Kami ingin mengetahui duduk persoalan dari semua pihak, agar solusi yang diambil tidak merugikan rakyat,” ujarnya.

Ketegangan Meningkat Saat Mafia Tanah Disebut

Namun, rapat yang awalnya berjalan lancar berubah tegang ketika seorang perwakilan warga menyatakan bahwa sertifikat tanah mereka dicaplok oleh mafia tanah yang diduga memiliki akses ke lembaga pertanahan. Pernyataan ini memancing reaksi keras dari pihak pengembang.

“Sertifikat kami sah dan dikeluarkan oleh BPN. Jangan asal menuduh seolah kami bagian dari mafia tanah,” kata kuasa hukum perusahaan pengembang tersebut dengan nada tinggi.

Situasi makin memanas ketika beberapa anggota DPR ikut menyoroti dugaan keterlibatan oknum di lembaga negara. Salah satu anggota menyebut, “Banyak kasus serupa yang terjadi karena ulah mafia tanah. Dan sering kali mereka tidak bekerja sendiri.”

DPR Minta Investigasi Independen

Sebagai penengah, Komisi II DPR RI akhirnya merekomendasikan agar Kementerian ATR/BPN bersama Ombudsman melakukan investigasi independen atas penerbitan sertifikat tanah yang disengketakan. DPR juga meminta agar semua pihak menghentikan kegiatan di lahan tersebut sampai status hukum dipastikan.

“Untuk menjamin keadilan, proses hukum harus berjalan. Kami minta tidak ada kegiatan pembangunan sebelum ada kejelasan hukum,” tegas Ahmad Rofiq.

Warga Harap Perlindungan Hukum Lebih Kuat

Di akhir rapat, perwakilan warga menyatakan harapannya agar DPR dan lembaga terkait benar-benar berpihak pada rakyat kecil. Mereka merasa selama ini hak-hak mereka sering dikalahkan oleh kepentingan pemodal besar.

“Kami tidak anti-investasi. Tapi kami minta keadilan dan perlindungan hukum yang seimbang,” kata seorang tokoh warga.